Posts

Showing posts from March, 2022

Tragedi Americano

 Tadi malam, aku membantu Ibu menguleni adonan pempek. Sudah lama sekali Ibu tidak membuat makanan khas Palembang yang dulunya selalu jadi cemilan tiap akhir pekan bagi keluargaku. Kali ini, Ibu membuat porsi yang cukup banyak. Aku sampai mengira Ibu akan berjualan pempek melihat banyaknya adonan yang harus aku bentuk. Aku segera mengenakan celemek dan mulai mengasah skill seniku.  Setelah hampir satu jam membulat-bulatkan adonan pempek, aku mendengar bunyi bel rumah. Ibu terlalu sibuk menelepon temannya sampai tidak menyadari ada tamu. Ketika aku hendak berdiri, aku melihat kakakku berjalan dengan gontai menuju pintu depan. Aku kembali fokus membentuk adonan pempek dan Ibu sudah selesai menelepon dan kembali ke dapur meracik bumbu cuko.  "Huh, banyaknyo." Ujarku sambil menirukan logat Palembang.  "Ayo cepat lanjutkan, kamu mau makan pempek, kan?" Aku hanya tersenyum getir ke arah Ibu.  Tanpa kusadari, kakakku sudah berada di dapur. Suara langkah kakinya lemas sekal

Percakapan dengan Rima

Sepuluh tahun sudah Rima meninggalkan rumah. Wangi lilin aromaterapi yang mulai memudar, mug favorit Rima yang selalu ada di meja berpindah tempat ke bagian lemari paling dalam. Sudah saatnya bagi Rima untuk kembali pulang dan meninggalkan jejak baru.  Saat itu Rima masih 22 tahun, baru lulus kuliah dan memutuskan untuk pindah ke tempat yang jauh dari Ibunya. "Aku sudah dewasa dan bisa menentukan pilihanku sendiri," adalah jawaban andalan Rima ketika ditanya alasannya merantau.  Setiap tahun Rima pulang, tapi tak lebih dari tiga hari. Hanya sekadar numpang tidur, mandi, menyapa Ibu dan Bapak, lalu pergi lagi dengan taksi di pagi hari. Rima, tak pernah merindukan rumah sekalipun. Merindukan Ibu dan Bapak juga bukan perasaan yang dia kenal. "Lalu, kenapa tiba-tiba kau ingin pulang setelah sepuluh tahun? Apakah ada masalah di rumah?" Aku mencicipi milkshake yang sangat kusukai sembari menunggu jawaban darinya.  "Kau tahu kan, kalau aku dan Ibu selalu bertengkar,