Memimpikan Pagi
Senja Aku harus melewatkan tidurku agar bertemu dengannya, tetapi terkadang malam tak kunjung surut. Suatu kali aku dibangunkan oleh cicitan burung gereja, tetapi Pagi mulai beranjak pergi. Di lain sisi, Pagi juga menghabiskan siangnya agar bertemu denganku. Sebuah Senja penuh warna di ufuk barat. Tetapi Senja tak selalu datang berwarna jingga, atau bahkan ungu kemerahan di terpa sinar mentari. Terkadang Senja membawa awan kelabu yang membuat Pagi diam tak berkutik. Cukuplah waktu yang memisahkan Pagi dan Senja. Namaku Senja, setidaknya begitulah ia memanggilku. Ia berkata, aku menarik seperti langit senja. Ia mengatakan tak pernah bertemu senja seindah diriku, dia memang tukang gombal, tetapi pipiku seringkali memerah karenanya. “Halo Senja, apa kabar? Sibukkah?” Ujar suara di seberang sana. “Tidak juga, tetapi aku capek. Baru pulang sekolah.” Ujarku dengan suara mengantuk. “Jangan bilang kamu mau tidur s