Cerita di Selasar Kafe

Saat itu senja kian datang, menemani Dinan dan Gani. Temaram lampu kafe menjadi saksi bisu curahan hati mereka.

"Sudahlah, jangan salahkan masa lalumu. Kau terlalu polos untuk memahami cobaan berat yang menimpamu." Ujar Dinan lirih.

"Aku tidak menyalahkan keadaan, Nan, Aku sangat membenci diriku yang dulu membiarkan hal itu terjadi." 

"Kau masih kecil saat itu. Apa yang dimengerti oleh seorang anak kecil berusia delapan tahun? Setidaknya kau lebih kuat dari padaku Gani." Dinan menghela napas panjang.

"Kau harus ingat, masa depan itu masih suci." Lanjutnya, sambil menepuk punggung tangan Gani.

Mereka lalu terdiam, di dalam hati mereka masing-masing tangis mereka pecah. Tak berhenti meraung dan tersedu. Tersedak oleh air mata mereka sendiri. Tak ada yang mengetahuinya selain mereka sendiri. Dinding Kafe yang muram tak mengerti dengan tatapan yang mereka berikan, gelas-gelas kaca yang tergantung di bar juga tidak merasakan deru napas mereka yang kian menderu. Sungguh pahit masa lalu yang mereka miliki. 





Maret 2016 

 
                                                                   Source: Google
***

Selamat H-4 untuk kelas 12! 

Comments

Popular posts from this blog

Twenty-four

Let's Talk About Us

Aku Ingin Tertidur Pulas di Dekapanmu