Posts

Showing posts from November, 2016

Dia (perempuan)

Aku mengenal seseorang yang mungkin kau tak akan terkejut melihatnya. Dia hanya seorang perempuan biasa, memiliki perawakan biasa dan juga mengalami siklus bulanan seperti perempuan biasa. Tidak ada yang spesial dari dirinya, hanya terkadang tawanya memekakkan telinga. Dia memang tidak cerewet, tapi sekali dia nyaman denganmu dia tidak akan berhenti mengoceh. Aku mengenal baik dirinya, hingga seluk-beluk peredaran darahnya. Dia pun mengenal baik diriku, hingga dia selalu ikut menangis ketika aku menangis dan ikut tertawa ketika aku tertawa. Satu hal yang aku paling tahu dari dirinya, ia ingin sekali berbuat kebaikan untuk siapa saja, bahkan orang asing di jalan. Impian dia hanya itu, sesederhana itu, membuat orang lain tersenyum. Pertama kali kau mengenalnya, mungkin kau akan menganggap dia seorang yang sombong, dingin, tak punya hati. Yah begitulah yang orang lain bilang padaku pada perjumpaan pertama mereka dengannya. Lama-kelamaan kau akan mengenal dirinya. Seperti yang aku bil...

Tanpa Gemerlap Kota

Image
Aku tidak ingin Batusangkar diganggu oleh tangan-tangan peraub laba. Batusangkar biarlah tetap menjadi Batusangkar. Kota kecil dengan lapangan serbaguna sebagai pusat kegiatan remajanya, bukan mall-mall seperti di kota besar. Jangan salah sangka, jika di benakmu Batusangkar itu udik, tertinggal. Bahkan pengemis pun tau cara menggunakan tablet, bahkan pemulung pun memiliki rumah yang bagus. Banyak anak-anak Batusangkar yang pergi ke kota besar untuk melanjutkan pendidikan, hingga menjadi aset-aset negara. Walaupun sebagian besar dari kami memilih menetap di antara gedung-gedung pencakar langit. Memang sampai sekarang Batusangkar tidak dipenuhi dengan gedung-gedung bertingkat. Karena kami sadar, jika Batusangkar teracuni oleh kehidupan gemerlap kota besar maka kami kehilangan rumah tempat kami di besarkan dan tempat kami mengadu. Mencari kenyamanan sesaat dari hingar-bingar kota. source: google

Rayuan Sore kepada Laut

Image
     Namaku Laut, mataku sebiru samudera dengan tatapan selembut langit senja. Rambutku menggelung seperti ombak. Mereka bilang, tatapanku seteduh senja di Pantai Barat pulau ini. Senyumku kian merekah tak pernah meninggalkan wajahku, karena itu mereka memanggilku, 'Si Pemilik Hati Sehangat Butiran Pasir Pantai'      Raga ku beserta jiwaku menyatu di pantai dan di sinilah hatiku hancur berkeping-keping, berserakan terombang-ambing di laut biru. Aku mengenal dua lelaki bernama Samudera dan Sore. Samudera selalu datang memecah suasana, merubah dirinya menjadi ombak. Sore datang dan akan kembali pada waktu yang tepat. Ia telah membangun batu pemecah ombak untuk menjaga pasir-pasir hatiku dari dinginya air laut. source: we heart it