Perpisahan Kedua
02:37
Kau langkahkan kakimu menuju satu-satunya bar yang masih buka. Kau berjalan di bawah temaram lampu jalan ditemani suara lolongan anjing dan desisan kucing yang bertengkar memperebutkan tulang ikan.
Kau memilih duduk di kursi paling ujung dekat jendela. Menatap sendu jalanan yang masih basah sisa hujan malam itu. Segelas bir dingin mendarat di depanmu. Tanpa kau minta, Rino si bartender sudah hapal dengan kebiasaanmu.
02:45
Kau meminum segelas bir, meneguknya pelan-pelan.
03.10
Ke toilet selama 5 menit, lalu meminta segelas air dingin.
03.15
Kau diam memandangi jalanan dengan mata sendumu.
Kau tak pernah bicara selain memesan minumanmu. Rino juga tidak pernah bertanya setelah kau mengacuhkannya di hari pertamamu mengunjungi bar itu. Rino tahu, hanya orang terluka dan berduka yang mengunjungi bar setelah tengah malam.
Bar ini adalah ruang tunggu bagi mereka. Seperti hewan-hewan liar yang terluka dan diselamatkan petugas margasatwa. Mereka diobati, dan dikurung hingga fisik mereka cukup kuat untuk kembali ke alam liar. Bedanya, bar ini menjual minuman dari air mata penyesalan para hantu yang mati dalam kesepian.
Hari ini, tepat 100 hari aku mengunjungi bar yang sama. Lima puluh tujuh hari sejak pertama kali aku melihatmu di sini. Ketika waktuku habis, kau masih harus berduka 43 hari lagi. Aku tidak menyangka kau terdampar di sini. Apakah kau terlalu kesepian ditinggal mati oleh orang-orang yang kau cintai? Atau kau mati kedinginan di sungai yang sama tempat aku mengakhiri hidupku?
Kau kesepian, tergambar jelas dari sendu matamu. Kesedihan menutupi pemandanganmu hingga kau tak sadar bahwa aku sudah duduk di seberangmu. "Pa, sudah lama tak bertemu," matamu berkaca-kaca, tanpa kusadari, pandanganku ikut kian kabur. "Papa mencarimu setiap hari di sini. Ke mana saja kau pergi?" pertanyaanmu tak kujawab dengan kata. Aku memelukmu untuk terakhir kalinya sebelum kita dipisahkan lagi.
Faktanya, aku tak ingin kau melihatku masih basah kuyup seperti pertama kali mereka menemukanku di pinggir sungai itu. Percayalah, penyesalanku baru benar-benar mengering hari ini. Jika doa kita masih diterima Tuhan, aku akan berdoa untuk mengangkat dukamu sekarang. Namun, doaku ketika masih menjadi manusia saja tidak pernah dikabulkan, apalagi saat aku sudah tidak diterima di bumi.
"Aku akan bertemu Mama hari ini. Kami akan menunggu Papa di rumah baru kita. Empat puluh tiga hari lagi, kita akan berkumpul kembali. Akan kuseduh kopi favorit Papa ketika hari itu datang," tangisan kami tak terbendung lagi. Entah tangisan duka perpisahan, atau tangisan haru akan berpisah dengan duka. Setelah mengucapkan selamat tinggal, aku menghilang dari bumi.
Selamat tinggal Papa, aku tunggu kau di surga.
Comments
Post a Comment